loading...

Kajian Tentang Adab-Adab Menyembelih

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ
“Dan janganlah kalian makan hewan yang tidak disebut nama Allah atasnya.” (QS. Al-An’am: 121)
Yakni tidak dibaca nama Allah ketika disembelih.

Dari Rafi’ bin Khadij radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفْرَ
“Apa yang bisa mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelih maka makanlah, kecuali kalau yang dipakai menyembelih adalah gigi atau kuku.” (HR. Al-Bukhari no. 5498 dan Muslim no. 1968)
Dari Syaddad bin Aus radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ قَدْ كَتَبَ الْإِحْسانَ فِي كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الْقِتْلَةَ وَإِذا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الذِّبْحَةَ، وَلْيَحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu. Karenanya jika kalian membunuh (secara hak) maka perbaikilah cara kalian membunuh dan jika kalian menyembelih maka perbaikilah cara kalian menyembelih, hendaknya orang yang menyembelih itu menajamkan pisaunya dan memberikan kenyamanan kepada hewan yang akan dia sembelih.” (HR. Muslim no. 1955)

Penjelasan ringkas:
Ayat dan hadits Rafi’ adalah dalil yang tegas menunjukkan disyaratkannya basmalah dalam menyembelih. Karenanya semua hewan yang disembelih tanpa membaca basmalah -baik sengaja maupun lupa- maka hukumnya tidak boleh dimakan. Ini adalah pendapat sekelompok ulama dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Dan Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiah berkata, “Inilah pendapat yang paling tepat, karena Al-Kitab dan As-Sunnah dalam banyak tempat telah menentukan kehalalan sembelihan dengan penyebutan nama Allah atasnya.” (Majmu’ Al-Fatawa: 35/239)

Perlu diketahui bahwa ada 3 penafsiran mengenai maksud ‘hewan yang tidak disebut nama Allah atasnya’ yang tersebut dalam ayat di atas:

1.    Itu adalah hewan-hewan sembelihan yang orang-orang Arab dahulu sembelih untuk sembahan-sembahan mereka.
2.    Hewan yang dimaksud adalah bangkai.
3.    Hewan sembelihan yang tidak disebut nama Allah padanya.
Al-Hafizh Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah berkata membenarkan semua penafsiran di atas, “Pendapat yang benar dalam masalah ini adalah dengan mengatakan: Yang Allah maksudkan dengannya adalah sembelihan untuk patung-patung dan berhala-berhala, dan apa yang sudah mati (bangkai) atau disembelih oleh orang yang tidak halal sembelihannya.” (Tafsir Ath-Thabari: 12/83-85)

Maksudnya: Ayat di atas bermakna umum dan tidak boleh mengkhuskannya tanpa ada dalil yang shahih. Ditambah lagi, semua penafsiran ini bisa dikompromikan dan tidak saling bertentangan, karenanya lebih utama menggabungkan ketiganya dibandingkan memilih salah satunya dan meninggalkan yang lainnya.

Adapun lafazh nama Allah, maka walaupun nama Allah datang secara mutlak dalam nash-nash dalam artian boleh memakai yang mana saja dari nama Allah, akan tetapi nama ini telah dijelaskan oleh perbuatan Ar-Rasul shallallahu alaihi wasallam bahwa yang beliau baca sebelum menyembelih adalah kalimat: BISMILLAH. (Lihat Syarh An-Nawawi ala Shahih Muslim: 13/122)

Hadits Rafi’ bin Khadij di atas mengisyaratkan mengenai alat yang boleh dipakai menyembelih. Asy-Syaikh Saleh Al-Fauzan rahimahullah berkata dalam kitab Al-Ath’imah, “Alat yang dipakai harus memenuhi dua perkara: Perkara pertama: Harus tajam yang bisa memutus atau mengoyak dengan ketajamannya, bukan dengan beratnya. Perkara kedua: Bukan gigi dan bukan pula kuku. Jika kedua perkara ini terkumpul pada suatu benda maka halal menyembelih dengan menggunakan benda itu, baik dia terbuat dari besi atau batu atau kayu atau tongkat atau kaca.”
Karenanya mayoritas ulama berpendapat tidak syahnya menyembelih dengan menggunakan gigi dan tulang secara mutlak.

Beliau juga berkata, “Dalam hadits ini ada penegasan disyaratkannya benda yang bisa memutus dan mengalirkan darah dalam penyembelihan, tidak cukup dengan alat yang hanya bisa meremukkan dan melukai sampai ke otaknya, tapi tidak bisa mengalirkan darahnya.”

Hadits Rafi’ juga menjelaskan bahwa suatu hewan yang boleh dimakan adalah hewan yang disembelih hingga darahnya mengalir. Karenanya semua hewan yang tidak bisa disembelih dan tidak bisa dialirkan darahnya maka dia adalah bangkai jika sudah mati. Hal itu karena hewan itu ada 3 jenis:

a.    Hewan yang bisa dan boleh disembelih.

Contohnya adalah semua hewan yang halal dimakan dan mengalir darahnya jika disembelih, seperti: Onta, sapi, kambing, ayam, dan selainnya. Hukumnya halal dimakan kecuali jika basmalah tidak dibaca ketika disembelih.

b.    Hewan yang bisa tapi tidak boleh disembelih.

Contohnya adalah hewan yang mengalir darahnya jika disembelih tapi haram dimakan, seperti: Anjing, keledai jinak, kucing, dan selainnya. Hukumnya haram dimakan dan matinya dihukumi bangkai, walaupun dibaca basmalah ketika disembelih.

c.    Hewan yang tidak bisa disembelih.

Ini adalah hewan yang tidak bisa disembelih karena tidak mempunyai leher atau karena darahnya tidak mengalir ketika disembelih. Contohnya: Cacing, tokek, ikan, serangga, dan selainnya. Hukumnya adalah bangkai karena semua hewan yang tidak bisa disembelih adalah bangkai. Ketika menyebutkan bentuk-bentuk bangkai, Allah mengecualikan dengan firmannya yang artinya, “Kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.” (QS. Al-Maidah: 3). Ayat ini menjelaskan bahwa semua hewan yang tidak bisa disembelih adalah bangkai.

Hanya saja dari semua bangkai ini ada 2 bangkai yang halal, sisanya tetap haram, yaitu: Bangkai semua hewan air dan bangkai belalang.

Adapun hadits Syaddad bin Aus, maka menjelaskan beberapa adab dalam menyembelih, di antaranya:

1.    Dimakruhkan mengiris atau merobek sedikit pun dari kulit hewan sembelihan sampai dia bernar-benar sudah mati, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, “Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya.” (QS. Al-Hajj: 36)

2.    Alat yang dipakai menyembelih haruslah tajam agar tidak akan menyiksa hewan yang akan disembelih.

3.    Diperintahkan untuk berlaku lembut kepada hewan sembelihan ketika akan disembelih. Imam Ahmad berkata, “Dia ditarik ke tempat penyembelihan dengan perlahan, pisau disembunyikan darinya dan tidak diperlihatkan kecuali ketika dia siap disembelih.” (Jami’ Al-Ulum Wal Hikam karya Ibnu Rajab hal. 134-135)

by Abu Muawiah