loading...

Cara Meraih Kenikmatan Shalat Khusyu

Meraih Kenikmatan Shalat Khusyuk

Shalat, selain sebagai sebuah kewajiban juga merupakan sebuah kebutuhan bagi jiwa dan hati yang lurus. Betapa bagi orang yang pernah merasakan nikmatnya sebuah shalat akan selalu rindu untuk bisa tenang, khusyu bahkan menangis saat bermuwajahah dengan Sang Sesembahan Yang Agung. Pernahkah Anda terisak di sela-sela bacaan saat berdiri, ketika rukuk, atau sujud menyembah Allah, tuhan yang tidak layak disembah kecuali Dia? Kenikmatan itu tidak bisa ditebus dengan segepok uang atau sekantung perhiasan emas intan berlian. Subhanallahi…nikmaaat sekali!

Sudah Dicabutkah dari Anda?

Saat terindah dan terasyik bagi seseorang adalah saat berjumpa dan bercengkerama dengan sang kekasih. Seorang suami akan betah berasyik masyuk bersama sang istri. Begitu pul seorang muslim. Perasaan itu mestinya menyemburat saat shalat. Shalat adalah sebuah “pertemuan” dengan Dzat yang sudah semestinya dicintai sepenuh hati.

Sayang sedikit sekali orang yang peduli dengan shalat khusyuk. Seakan shalat sekadar gerakan-gerakan fisik, sementara hatinya berkelana ke mana-mana. Mungkin bisa tegak berdiri terdiam tapi hati tengah bertamasya di mal-mal dan pusat perbelanjaan. Bisa mata terpaku pada tempat sujud sementara hati masih berhitung karena pekerjaan kantor belum selesai. Bukan tidak mungkin kedua pundak tenang setenang aliran sungai yang dalam, namuan hati masih tertinggal di toko memikirkan pelanggan yang mungkin sudah lama menunggu.Banyak yang shalat, tapi betapa sedikit yang tidak mampu menghadirkan kekhusyukan. Pernahkah Anda merasakan khusyuk kemudian kini hilang belum kembali? Atau malah seumur hidupa Anda belum perneh mereguk nikmatnya rasa khusyuk dalam shalat? Kalau yang pertama ada sebuah kerugian besar, sementara yang kedua adalah kerugian yang lebih besar lagi. Atau jangan-jangan rasa khusyuk telah tercerabut dari hati kita? Na’udzubillah min dzalik.

Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam sudah mewanti-wanti, bahwa khusyuk adalah hal pertama yang diangkat dari umat Islam, kemudian yang terakhir adalah shalat. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda,

 أَوَّلُ شَيْءٍ يُرْقَعُ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ اْلخُشُوْعَ ، حَتَّى لاَ تَرَى فِيهَا خَاشِعًا


“Yang pertama kali diangkat dari umat ini adalah khusyuk, sehingga engkau tidak melihat di dalamnya orang yang khusyuk.”(Berkata al-Haitsami di dalam al-Majma’ 2/135, riwayat Thabrani di dalam al-Kabir dengan sanad hasan, di dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib 543 dikatakan sahih)Semoga Allah masih berkenan menurunkan khusyuk dalam dada-dada kita, di samping khusyuknya jasad, sehingga kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung.

Qad Aflahal Mukminun!

Ya! Semoga Allah memasukkan kita ke dalam jajaran orang mukmin sejati! Itulah kelompok yang beruntung. Salah satu cirinya adalah mampu menghadirkan sikap khusyuk saat menunaikan shalat. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala firmankan.

“Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (Al-Mukminun:1-2) Lantas apa khusyuk yang tersebut dalam ayat awal surat al-Mukminun itu? Tentu pakarnya yang lebih tepat menjawab. Mereka adalah para mufassirin (ulama ahli tafsir), tidak sekadar menguasai bahasa al-Quran dengan baik tapi juga hafal al-Quran dan memahami ilmu-ilmu al-Quran dan kaidah-kaidah tafsir yang baku.Salah satunya definisi khusyuk, disampaikan oleh al-Imam al-Baghawi. Beliau merangkum definisi yang disampaikan oleh sebagian shabat dan tabi’in.“Tentang ayat alladzinahum fi shalatihim khasyi’un. Terjadi perbedaan pendapat dalam memaknai khusyuk. Ibnu Abbas berkata “Orang yang menghinakan diri.” Al-Hasan dan Qatadah berkata “Orang yang takut.” Muqatil berkata “Mereka adalah orang-orang yang merendahkan diri.” Berkata Mujahid, “Menundukkan pandangan, melembutkan suara. Khusyuk mirip dengan khudhu’, bedanya khudhu’ terkait dengan badan sementara khusyu’ meliputi hati, pandangan, dan suara.”[1]Tentu bukan seperi dikatakan oleh sebagian kaum liberalis bahwa tidak sepantasnya terjebak pada definisi. Memang seorang tidak cukup

menceburkan diri dalam definisi-definisi, tapi juga bukan menutup mata dari pentingnya sebuah definisi. Tanpa tahu hakikat khusyu yang tampak dari definisinya, tentunya bukan diambil dari anak muda yang suka bicara ngelantur dan tanpa didasari metodologi yang mapan, bagaimana mungkin seseorang bisa meraihnya. Orang yang tidak mengenal komputer bagaimana mungkin akan mengoperasikan? Apalagi sesumber mampu membuat program?!

Untuk bisa dikategorikan sebagai kelompok yang beruntung, tentu harus memahami salah satu ciri khas orang mukmin, yaitu khusyuk dalam shalatnya. Karena orang munafik pun ikutan shalat. Tapi tentu berbeda shalat seorang mukmin dari orang munafik!

Bagaimana Meretas Rasa Khusyuk?

Kalau bicara hukum fikih maka kebanyakan ulama memasukkan sikap khusyuk sebagai salah satu kewajiban dalam shalat. Bahkan sebagian memasukkan sebagai syarat sah shalat! Jadi bohong besar perkataan sebagian kaum liberalis bahwa fikih tidak ada kaitan sama sekali dengan inti shalat.

Bagaimana meretas khusyuk agar mampu dalam setiap shalat kita, dari takbiratul ihram hingga salam? Atau paling tidak khusyuk mau mampir saat kita shalat. Ada beberapa faktor yang bisa menghadirkan khusyuk, baik faktor dalam shalat atau dari luar shalat. Tips berikut bisa dicoba dengan telaten dan sabar.

    Senantiasa meluruskan niat.

Niat menduduki peringkat terpenting. Orang yang ikhlas niatnya saat shalat akan lebih mudah menyerahkan jiwa raganya kepada Allah semata. Sehingga selain jasadnya tenang, hatinya pun ikut tenang. Sementara orang yang riya atau beramal ingin dilihat orang, walaupun jasadnya kelihatan tenang namun hatinya tidak diserahkan kepada Allah. Hatinya sibuk berpikir bagaimana agar shalatnya kelihatan menjadi terbaik di hadapan sesama manusia. Hati sibuk sehingga lalai dari mengingat Allah yang menjadi tujuan shalat itu sendiri. Bagaimana bisa khusyuk kalau sedikit-sedikit berpikir untuk orang lain. Terlambat datang ke masjid yang terpikir adalah bagaimana si A atau si B tidak mengetahuinya.

    Merasakan keagungan Allah kemudian menghadirkan segenap perasaan ketika hendak atau sedang shalat.

Ketika kita mengucapkan الله أكبر (Allah Maha Besar), misalnya, yang muncul dalam benak tidak ada yang lebih besar dari-Nya. Kemudian berusaha juga melpakan seluruh urusan duniawi di belakang kita. Di samping itu harus disadari bahwa pahala shalat adalah sebatas apa yang kita sadari dan mengerti darinya. Kalau kita lalai selama shalat dan tidak menyadari apa yang  sedang dibaca, maka kita tidak akan memperoleh apa-apa dari shalat yang dilakukan. Oleh karena hendaknya konsentrasi penuh untuk menjaga kesinambungan hubungan kita dengan sang Pencipta. Terus berusaha untuk memahami dan menyadari doa dan bacaan-bacaan yang kita lantunkan selama shalat. Tentu ini dilakukan bukan dengan penuh ketegangan. Hal ini akan lebih mudah diwujudkan kalau dipelajari sebelumnya.

    Memahami ilmu tauhid.

Pemahaman tauhid yang benar akan memudahkan melaksanakan dua faktor di atas. Tauhid juga disebut sebagai inti agama. Orang yang memahami tauhid uluhiyah secara jujur akan lebih mudah memunculkan rasa ikhlas. Orang yang memahai tauhid rububiyah dan asma wa shifat akan lebih mudah merendahkan diri di hadapan Allah dengan penuh perasaan merasa diawasi. Tauhid merupakan keyakinan yang paling dasar untuk ditanamkan di dalam hati, dihayati dan diamalkan.

    Mengerti dan memahami bacaannya.

Dengan begitu ucapan lidah dapat diikuti dengan pengertiannya hingga ke jiwa. Kita pun terhindar dari shalatnya orang mabuk. Lancar bacaannya tapi tidak sadar dan mengerti apa yang dibacanya. Untuk faktor ini tentu bukan kemudian menciptakan shalat gaya Yusman Roy dari pondok Iktikaf Jamaah Ngaji Lelaku di Malang itu. Makna bacaan itu dipelajari dan dipahami di luar shalat, sehingga ketika shalat otomatis paham dan mengerti. Bukan diterjemahkan saat shalat.

Dengan mengerti dan memahami bacaannya, kita pun akan lebih mudah meresapi makna bacaan yang dilantunkan selama shalat. Makna takbir, doa-doanya, pujian yang kita tujukan kepada Allah dan berbagai bacaan lainnya.

    Mengingat mati.

Mengingat mati akan membuat orang berbuat baik dengan sungguh-sungguh. Demikian saat shalat, sebagaima pesan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dengan mengingat kematian orang akan melakukan shalat dengan baik. Sehingga mampu menciptakan shalat perpisahan, seakan-akan shalat yang dilakukan adalah shalat perpisahan. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda,

صَلِّ صَلاَةَ مُوَدِّعٍ كَأَنَّكَ تَرَهُ فَإِنْ كُنْتَ لاَ تَرَهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Shalatlah dengan shalat perpisahan, seakan-akan engkau melihat Allah, jika tidak melihat-Nya sungguh Allah melihatmu!”[2]

    Memperbanyak istighfar.

Memohon ampunan kepada Allah akan membuat hati menjadi bersih dan tenang. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam sendiri beristighfar dalam sehari semalam tidak kurang dari 70 kali.

7. Meninggalkan maksiat

Maksiat menyebabkan kegundahan dan meninggalkan noda dalam hati.

8. Ta’awudz.

Melindungkan diri kepada dari godaan setan akan menumbuhkan rasa tenang dan merasa dijaga oleh Allah.

9.  Tidak menghamburkan perkataan dan tidak banyak tertawa.

Boros berkata-kata akan merusak hati. Demikian pula banyak tertawa akan membuat hati menjadi mati.[3]

10.  Rajin membaca al-Quran dan berdoa.Hal ini akan melembutkan hati, sementara khusyuk dekat dengan hati yang lembut. Doa yang dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam salah satunya adalah

 اَللَّهُمّ إِنِّي ….و أَعُوْذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعَْ“

Wahai Allah,…dan  aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak bisa khusyuk.” Bertabur Keutamaan

Tentu masih banyak kiat selain tersebut di atas. Shalat malam, misalnya, selain melatih keikhlasan juga menumbuhkan kekhusyukan. Selain mampu mereguk nikmatnya shalat khusyuk, kita juga akan menuai berbagai keutamaan. Limpahan rezeki halal, didekatkan kepada Allah, hapusnya dosa, kebahagiaan & kesuksesan sejati, terhindar dari perilaku keji & mungkar, dimasukkan ke dalam surga, ketenangan hati, dan mencapai derajat muhsin adalah di antara taburan keutamaan bagi orang yang shalatnya khusyuk. Kapan kita akan mulai meretasnya? Sungguh waktu tak akan berulang kembali !

Wallahu a’lam

[1] Tafsir al-Baghawi juz 3 hal. 301. Al-Imam al-Baghawi. Darul Ma’rifah. Beirut. Tahqiq: Khalid Abdurrahman al-’Ik.

[2] Riwayat at-Thabrani dalam al-Ausath dan al-Baihaqi. Disahihkan oleh al-Albani dalam as-Shahihah (1914).

[3] Hal ini ditunjukkan dalam hadits riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi. Dihasankan oleh al-Albani v dalam as-Shahihah (930).

Badan Koordinasi Dakwah Islam